BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Orang-orang Turki merasa lekat dengan
agama yang mereka anut semenjak berabad-abad lampau, mereka bahkan marah kalau
dikatakan bukan orang Islam. Sudah dipastikan agama Islam sebagai sesuatu yang
sudah berakar di Turki sulit untuk dipengaruhi dengan ide-ide Barat. Ini tidak
mengherankan. Karena rakyat Turki merasa punya keterikatan yang kental dengan
Islam. Setelah tahun 1940 semua aktifitas keislaman dihidupkan kembali oleh
mereka. Imam-imam Tentara pun sudah diaktifkan lagi di dalam Angkatan
Bersenjata Turki. Tahun 1949 pendidikan agama yang tadinya dihapus dalam
lembaga pendidikan Turki pun dihidupkan kembali, bahkan dijadikan mata
pelajaran wajib disekolah. Mulai tahun 1950 orang Turki yang tadinya dilarang
menunaikan ibadah haji dengan alasan pemborosan ekonomi, diperbolehkan lagi.
Lembaga penerbitan Islam juga sudah kembali menyiarkan ide-ide tentang Islam[1].
Para buruh tani, petani yang tadinya takut mengikuti ajaran Tarikat, kini mulai
berani. Bidang politik Islam yang tadinya dibubarkan dan dimusuhi oleh penguasa
pembaru juga mulai memainkan peranan.

Kondisi Turki dewasa ini hanya
meninggalkan warisan sejarah tentang upaya modernisme yang dijiwai oleh
sekulerisasi, namun sekulerisasi itu sendiri boleh dikatakan kurang berhasil
sepenuhnya.[2]
Keadaan sosial sendiri merupakan suatu konsep yang memang sangat kuat bagi
rakyat Turki yang Islam masih mendambakan dewi keberuntungan tersebut, dan
mengenai keadilan sosial itu hanya bisa ditumpukan harapannya kepada
jalur-jalur nilai Islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Republik Turki pasca
kemalisme?
2. Bagaimanakah Perkembangan Islam di
Turki modern?
3. Bagaimanakah pemerintahan Recep
Toyib Erdogan?

PEMBAHASAN
A.
Republik Turki Pasca
Kemalisme
Mustafa Kemal meninggal dunia pada
tanggal 10 November 1938, setelah tiga kali menjabat sebagai presiden Republik
Turki, yaitu pada tahun 1927, 1931 dan 1935. Mustafa Kemal diakui berhasil
menciptakan sistem pemerintahan parlementer dengan sistem pemerintahan satu partai yaitu Partai Republik. Presiden
Republik Turki selanjutnya adalah Ismet Inonu yang hampir menjadi seorang
diktator. Tetapi setelah perang berakhir, sebuah partai oposisi, yakni Partai
Demokrat, dibolehkan berdiri di bawah kepemimpinan Celal bayar, seorang mantan
perdana menteri.[3]
Partai
Demokrat memenangkan Pemilu pada bulan Mei 1950, yang mengangkat Celal Bayar
sebagai presiden dan Adnan Menderes sebagai perdana menteri, sementara Inonu
menjadi toko oposisi. Pada tahun 1960 tentara mengambil alih kekuasaan dan
Partai Demokrat dibubarkan atas perintah Pengadilan. Pada tahun 1965 Partai
Keadilan yang merupakan salah satu dari 11 partai yang muncul pada tahun 1960 memenangkan
Pemilu dibawah pemerintahan Suleyman Demirel.[4]

Pertama, sejarah mencatat bahwa bangsa Turki
sejak awal dikenal sebagai the warrior nation. Mereka unggul
dalam peperangan dan administrasi pemerintahan, sehingga seluruh dunia Islam
pernah berada dibawah kekuasaannya dan beberapa negara Eropa berada di bawah
kerajaan Usmani. Turki adalah satu-satunya “muslim country” yang tidak pernah
dijajah Barat, bahkan pernah menaklukkan mereka. Kota Istanbul adalah sisa
terakhir dari penaklukkan Usmani terhadap Barat.
Kedua, dari geo-politik, posisi Turki sangat
rapuh, dikepung oleh kekuatan luar yang mengancam, baik karena factor
kesejarahan maupun persaingan global antara Barat dan Timur. Ini mengkondisikan
pada kekuatan militer untuk selalu waspada dan tampil di depan. Turki menjadi
kekuatan terbesar NATO (The North Atlantic Treaty Organization) yang kedua
setelah AS, dengan pasukan sebesar 514.000, dan cadangan sejumlah 380 ribu.
Ketika terjadi Perang Korea (1950-1953) pasukan Turki diterjunkan kesana dengan
payung PBB dan NATO. Bahkan kehadiran pasukan Turki ke Korsel telah ikut
menyebarkan Islam. Pendeknya, tentara Turki selalu hadir sebagai penjaga
perdamaian di negara yang dilanda krisis dengan mandat NATO.[5]
Ketiga, dukungan dan kepentingan AS terhadap
militer Turki juga memperkuat posisi politik milter di dalam negerinya. Bagi AS
posisi Turki sangat strategis sebagai mitra untuk menjaga stabilitas dan
mendukung kepentingan Barat di kawasan Timur Tengah yang selalu bergolak, yang
sebagian dialamatkan ke AS.
Ketiga faktor di atas, diperkuat lagi oleh pasal-pasal
konstitusi yang ada, telah menempatkan militer merasa sebagai warga negara
kelas satu di Turki, dengan mandat mengawal Kemalisme dan menjaga keamanan
negara. Oleh karena itu telah berulangkali militer melakukan kudeta terhadap
pemerintahan yang ada dengan alasan untuk menyelamatkan ideologi Kemalisme,
yaitu pada tahun 1960, 1971, 1980, dan 1997.[6]
Namun semua itu oleh para pengamat tak lebih sebagai ketakutan militer yang
merasa supremasinya hendak digeser oleh kekuatan sipil.
B.
Perkembangan Islam di Turki Modern
Bangkitnya Islam kembali di Turki dalam periode
Pasca-Kemalis, merupakan suatu fenomena yang terjadi bersama-sama dengan
pengendoran sekulerisme. Pengaruh umum dari Islam pada masyarakat Turki,
setelah tertimpa pengaruh reformasi-reformasi sekular yang dilakukan di negeri
itu. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai tradisi Islam
masih ada dalam kehidupan nasional rakyat Turki, dan hubungan Turki dengan
Negara-negara Muslim. Semua usaha untuk melakukan reformasi dalam bidang agama
di Turki kurang lebih telah gagal. Setelah coup d’etat tentara pada
tanggal 27 Mei 1960, tuntutan rakyat untuk terjemahan autentik Al-Qur’an ke
dalam bahasa Turki disuarakan kembali. Kelompok agama tidak begitu menaruh
perhatian pada tuntutan itu, sekalipun beberapa surat kabar Turki menerbitkan
pertanyaan-pertanyaan tentang itu untuk menarik pandangan umum. Salah satu
tuntutan jawaban terhadap pertanyaan itu adalah tentang shalat yang harus
dilakukan dalam bahasa Turki. Mantan Direktur Urusan Agama, Omer Nasuhi Bilmen
berkata dalam suatu statemen kepada pers, bahwa menurut prinsip-prinsip syari’ah,
melakukan shalat dalam bahsa Turki tidak dibolehkan. Pemerintah mengambil sikap
yang netral terhadap perbedaan pendapat ini, dan masalah itu berakhir dalam keadaan
tidak menentu.[7]
Kebangkitan kembali Islam menunjukan perhatian yang murni
diantara kelas yang terdidik dari rakyat Turki dalam mempelajari Islam. Harus
diingat bahwa sentimen nasional ini, yang begitu kuat di Turki, sebagian besar
juga bercampur dengan sentiment Islam. Hal itu merupakan tanggapan nasional
dari rakyat Turki terhadap dorongan nasional yang kuat terhadap agama, dan merupakan
bukti bahwa sekularisme telah gagal untuk memenuhi tuntutan-tuntutan sosial dan
kultural.[8]
Secara politis negara Turki telah mempunyai pandangan bahwa Turki adalah
anggota dari peradaban Barat. Dalam hal loyalitas kultural, rakyat Turki terus
mempertahankan identifikasi mereka dengan Islam. Sekalipun adanya
pengaruh-pengaruh dari Barat, namun mereka tetap memelihara sementara
cirri-ciri lama yang berupa keberanian, disiplin, setia kepada keluarga dan
tanah air.
Terdapat banyak suku Kurdi berada dikawasan ini,
sehingga secara politis sering kali menjadikan konflik terutama kesalah-pahaman
mengenai kebijakan-kebijakan publik. Apalagi etnik Kurdi termasuk lebih banyak
memilih pemahaman Islam yang lebih konservatif sehingga upaya-upaya untuk
menegakkan syariat Islam kembali senantiasa disikapi secara represif oleh
pemerintahan sekuler Turki. Sekalipun demikian setengah dari 98% penduduk Turki
yang beragama Islam terus melanjutkan upaya ini meskipun sebatas gerakan bawah
tanah. Tokoh cendekiawan Harun Yahya yang muncul pada Tahun 2000 ini, salah
satu di antara mereka merupakan fenomena nyata dalam bentuk-bentuk perlawanan
bawah tanah ini, penentang sekulerisme sains.[9]
Pentingnya pendidikan Islam bagi anak-anak Turki ditekankan
diantara segenap lapisan masyarakat pada tahun-tahun akhir ini. Surat
kabar-surat kabar harian dan berkala Turki menerbitkan banyak artikel tentang
keharusan pendidikan Islam bagi pemuda-pemudi. Semangat orang-orang Turki
modern untuk menjadi suatu bangsa yang modern dan demokratis, selalu disertai
dengan kesadarannya yang mendalam tentang watak dan ideal ke-Turkian dan keislaman.[10]
Tuntutan untuk pendidikan Islam yang lebih tinggi makin
meningkat sejak tahun 1950. Selain daripada 26 sekolah untuk mencetak imam dan
khatib, Fakultas Ketuhanan di Universitas Ankara, Institut Riset Islam di
Universitas di Istanbul, tiga buah Institut Studi Islam Tinggi telah bekerja di
Istanbul, Konya, dan Izmir. Sementara mahasiswa dari sekolah-sekolah imam dan
khatib telah pergi ke luar untuk pendidikan yang lebih tinggi pada tahun-tahun
akhir ini. Ini merupakan suatu arah yang sehat yang menujukan dorongan kuat
dari rakyat dan pemerintah Turki untuk mempertahankan tingkatan yang tinggi
dari studi Islam. Bersama-sama dengan sains dan seni modern.
Ketaatan orang-orang Turki untuk melakukan shalat, berpuasa,
dan membangun masjid-masjid yang indah adalah sangat terkenal.[11]
Orang Muslim dari luar negeri yang datang ke Turki akan sangat terkesan oleh
disiplin dan tertib yang dilakukan oleh orang-orang Muslim Turki di dalam
masjid-masjid mereka. Kedatangan orang-orang muslim ke masjid di kota-kota dan
juga desa-desa adalah peristiwa biasa. Adzan dikumandangkan dalam bahasa Arab
sejak tahun 1950, dan salat juga dilakukan dalam bahasa Arab seperti biasanya.
Pembacaan Al-Qur’an oleh imam biasanya indah sekali, dan suaranya merdu.
Dikatakan bahwa al-Qur’an itu diturunkan di bumi Hijaz,
dibaca di Mesir, ditulis di Turki. Adalah betul bahwa cara orang-orang Mesir
membaca Al-Qur’an telah memperoleh kehormatan yang tinggi diseluruh dunia
Islam, dan mushaf al-Qur’an yang paling baik adalah ditulis oleh
penulis-penulis Turki.
C.
Pemerintahan Recep Tayyib Erdogan
Recep Tayyip Erdogan lahir di Istanbul pada 26 Februari 1954 adalah
politikus Turki. Erdogan terpilih sebagai Walikota Istanbul dalam pemilu lokal
pada tahun 1994. Sebagai Walikota Istanbul, ia menjadi terkenal karena ia
seorang administratur yang efektif dan populis, membangun prasarana dan
jalur-jalur transportasi Istanbul dan pada saat yang sama memperindah kota itu.
Prestasi menonjol yang sulit dilupakan warga adalah keberhasilan pengadaan air
bersih untuk penduduk, penertiban bangunan, mengurangi kadar polusi dengan
melakukan aksi penanaman ribuan pohon di jalan-jalan kota, memerangi praktik
prostitusi liar dengan memberikan pekerjaan lebih terhormat kepada wanita muda,
dan melarang menyuguhkan minuman keras di tempat yang berada di bawah kontrol
Walikota Istanbul.[12]
Erdogan mendirikan partai Adalet
ve Kalkinma Partisi (AKP atau Partai Keadilan dan Pembangunan) yang
berhaluan islam pada tahun 2001. Partai AKP tersebut membawanya menjadi Perdana
Menteri Turki sejak 14 Maret 2003 sampai 28 Agustus 2014. Pada 28 Agustus 2014
Erdogan resmi dilantik menjadi presiden Turki ke-12 setelah terpilih dari hasil
pemilihan presiden Turki yang digelar pada 10 Agustus 2014 yang merupakan pemilihan
presiden secara langsung untuk pertama kalinya setelah 91 tahun berdirinya
Turki.[13]
Adapun beberapa perubahan Turki di bawah kepemimpinan partai AKP yang
didirikan oleh Erdogan diantaranya :
1. Peningkatan pendapatan perkapita
warga dari 3.000 dolar As menjadi 11.000 dolar As dalam kurun waktu 2002-1012.
Total ekspor yang dahulu 32 milyar dolar menjadi 132 milyar dolar. Inflasi yang
dulu 30% pada tahun 2012 hanya 5,7%. Jumlah wisatawan yang 4 juta orang
sekarang menjadi 35 juta orang pertahun. 10 tahun yang lalu Turki memiliki
pinjaman pada Bank Dunia 23 milyar dolar, sekarang boleh dikatakan tidak
berhutang dan mampu membantu negara miskin di sekitarnya sekitar 3,5 juta dolar
AS tiap tahun.[14]
2. Salah
satu kebijakan Erdogan yang dianggap mengkhianati ideologi sekuler Turki adalah
pencabutan larangan memakai jilbab. Padahal, sejak pendirian negara Turki
sekuler oleh Mustafa Kemal Ataturk, jilbab sudah tidak lagi diperbolehkan
berada dalam dinamika pemerintahan dan masyarakat Turki. Karena pelarangan
jilbab itulah, Erdogan terpaksa menyekolahkan anak-anak gadisnya ke Amerika dan
Eropa yang memang membolehkan siswi berjilbab. Dalam rentang 10 tahun Istri PM Erdogan dan
Presiden Hayrunnisa Gul tidak bisa mendampingi suami mereka di Rumah Dinas dan
Istana Negara karena alasan berjilbab.[15]
Arah dan orientasi politik luar negeri Turki
yang baru telah secara signifikan mengubah lansekap politik regional. Kemudian
menyebabkan tiga implikasi terhadap empat kawasan sebagai berikut[16]:
- Implikasi atas Eropa. Pada perundingan keanggotaan Turki
dalam Uni Eropa di Luxemburg, 04 Oktober 2005, Turki menerima statusnya
sebagai negara kandidat. Dalam perspektif kepentingan Eropa, masuknya
Turki dalam Uni Eropa akan melebarkan ruang pengaruh (sphere of
influence) Eropa yang sebelumnya terhenti di Selat Bosporus.
- Implikasi atas kawasan Timur Tengah. Turki memainkan peranan
sebagai katalisator bagi hubungan pihak Timur Tengah dengan Barat, selain
itu Turki juga berambisi menjadi aktor utama dalam melakukan transformasi
demokrasi di Timur Tengah. Karenanya Turki berupaya membangun kepercayaan
politik negara-negara di Kawasan Timur Tengah.
- Implikasi atas Rusia. Dari perspektif Strategic Depth
Turki, Erdogan jelas melihat pentingnya hubungan yang lebih dekat dengan
Rusia. Kedua pemimpin (Erdogan dan Putin) dalam banyak kesempatan
menekankan pentingnya kerjasama dan konvergensi positif. Rusia adalah
aktor regional yang teramat penting bagi Turki, demikian pula sebaliknya.
Kedua pemimpin digambarkan memiliki banyak kesamaan dalam latar belakang
individual, kegemaran, dan pandangan politik Internasional.
- Implikasi atas kawasan Kaukasus. Ada setidaknya delapan
negara bekas Uni Soviet yang memiliki ikatan etnisitas dan bahasa dengan
Turki. Diprediksikan akan adanya ruang pengaruh (sphere of influence)
Turki di kawasan Asia Tengah ini ke depannya. Meskipun pada kenyataannya,
ada juga Rusia dan Iran yang memiliki kepentingan yang sama. Kehadiran
pemerintahan Erdogan semakin memperkuat peran Turki atas delapan negara
tadi dan memperkokoh posisinya sebagai ‘Saudara Tua’. Turki mampu
melakukan kapitalisasi politik dan ekonomi di kawasan tersebut. Seiring
instabilitas politik di Uzbekistan, Kyrgistan, dan Azerbaijan baru-baru
ini, AS dan Barat akan melihat peran mediatif Turki di kawasan Asia Tengah
tersebut.
Pemerintahan Erdogan memerankan dirinya sebagai focal
point atas perjuangan rakyat Palestina. Dia dengan tegas menyatakan bahwa
persoalan bangsa Palestina menjadi urusan domestik rakyat Turki. Sebagai bagian
dari perspektif Turki yang baru, Erdogan tidak segan berseteru dengan Presiden
Perez dan meninggalkannya di tengah tatapan nanar dan tercengang para pemimpin
dunia lainnya yang hadir. Dalam diskusi panel di World Economic Forum
di Davos, Swiss pada Oktober 2009 yang lalu, PM Recep Tayyip Erdogan mengkritik
pedas Presiden Israel, Shimon Perez yang juga hadir sebagai narasumber, atas
agresi militer Israel yang menewaskan lebih dari 2000 warga sipil.
Kebangkitan Turki di bawah Erdogan dan
peran politik luar negeri Turki yang makin menonjol belakangan ini, dinilai
banyak pengamat, termasuk oleh lawan-lawan politik Erdogan, sebagai fenomena
kebangkitan “Neo-Ottomanisme”.
Neo-Ottomanisme adalah visi kenegaraan dan politik baru Turki yang menekankan
kekuatan peran politik Turki, baik pada tingkat regional maupun global melalui
kekuatan diplomatik. Jadi, Neo-Ottomanisme –berbeda dengan Kekhalifahan Usmani–
merupakan grand strategi yang memosisikan Turki sebagai pemain dunia, tetapi
menggunakan kekuatan lunak (soft power) dan steril dari interest imperialisme.[17] Jadi Neo-Ottomanisme ini sebagai "soft power" menjadi jembatan antara
Timur dan Barat, sebuah bangsa Muslim, negara sekular, demokratik, dan sebagai
kekuatan ekonomi kapitalis.

KESIMPULAN
1. Militer sangat dominan dalam pemerintahan Turki yang diperkuat oleh
pasal-pasal konstitusi, dan menjadi pengawal Kemalisme serta menjaga keamanan negara. Oleh karena itu telah berulangkali
militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang ada dengan alasan untuk
menyelamatkan ideologi Kemalisme, yaitu pada tahun 1960, 1971, 1980, dan 1997.
2. Pasca Pemerintahan Mustafa Kemal tuntutan rakyat untuk terjemahan autentik Al-Qur’an ke dalam
bahasa Turki disuarakan kembali, Adzan dan bacaan-bacaan sholat
kembali menggunakan bahasa arab. Ketaatan orang-orang Turki untuk melakukan shalat, berpuasa,
dan membangun masjid-masjid yang indah adalah sangat terkenal dan tuntutan untuk pendidikan Islam yang lebih tinggi makin meningkat
sejak tahun 1950.
3. Sosok
Erdogan telah membawa perubahan bagi Turki dan dunia Islam. Sehingga Peran
Turki di tingkat regional Eropa dan Timur Tengah sangat berpengaruh, dan bahkan
posisi Turki sekarang menjadi sangat penting dalam masalah isu politik global
dan dunia Islam. Karena visi politiknya yang menjadi kekuatan baru dunia Islam
dengan semangat neo-ottomanisme, yang siap bersaing dengan Barat secara
positif, dalam bingkai demokrasi, tentunya bukan imprealisme kekaisaran.
![]() |

Ahmed, Akbar S., Rekonstruksi Agama Islam,
Yogyakarta:Fajar Pustaka Baru, 2002.
Ali, H.A. Mukti, Islam dan Sekularisme di Turki Modern,
Jakarta: Djambatan, 1994.
Hidayat, Komaruddin, Islam, Demokrasi dan Sekularisme di Turki,
http://paramadina.or. id/2013/11/06/islam-demokrasi-dan-sekularisme-di-turki/
Mughni , Syafiq
A., Sejarah Kebudayaan Islam di Turki,
Cet. I; Jakarta : Logos, 1997.
Sani, Abdul, Perkembangan
Modern dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Sekigawa, Muhammad Joe, Ringkasan Buku : Kebangkitan Pos-Islamisme; Analisis Strategi dan
Kebijakan AKP Turki Memenangkan Pemilu, https://kammistksbandung.wordpress.com/2012/06/18/pos-islamisme-dalam-perpolitikan-turki-kontemporer/
Thohir, Ajid, Studi Kawasan Dunia Islam,
Jakarta: Raja grafindo Persada, 2011.
Zaini, Muhammad, (2013) Gebrakan Dakwah dan
Politik Erdogan dalam Mewujudkan Visi
Besar Neo Ottomanisme, Makalah, (Jakarta : Pascasarjana
UIA Jakarta),
[3]Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Cet.
I; Jakarta : Logos, 1997), h. 151
[6]Komaruddin Hidayat, Islam, Demokrasi dan Sekularisme di Turki, http://paramadina.or. id/2013/11/06/islam-demokrasi-dan-sekularisme-di-turki/ di akses tanggal 2 Desember 2015.
[8] Ibid, h. 145
[14]http://m.eramuslim.com/berita/dunia-islam/erdogan-ekonomi-turki-terbesar-keenam-di-eropa.htm. di akses tanggal 3 Desember 2015
[15]http://bppiuns.blogspot.co.id/2014/02/erdogan-cahaya-baru-bagi-umat-islam.html?m=1 di akses tanggal 3 Desember 2015
[16]Muhammad Joe Sekigawa, Ringkasan
Buku : Kebangkitan Pos-Islamisme; Analisis
Strategi dan Kebijakan AKP Turki Memenangkan Pemilu https://kammistksbandung.wordpress.com/2012/06/18/pos-islamisme-dalam-perpolitikan-turki-kontemporer/ di
akses tanggal 2 Desember 2015
[17]Muhammad Zaini, (2013) Gebrakan Dakwah dan
Politik Erdogan dalam Mewujudkan Visi Besar Neo Ottomanisme, Makalah, (Jakarta :Pascasarjana UIA Jakarta), http://muhammadzainikepri.blogspot.co.id/2013/03/gebrakan-dakwah-dan-politik-erdogan_3781.html?m=1 di akses tanggal 4 Desember 2015.