BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara masalah Islam dan pemikiran
tokoh-tokohnya sungguh akan memerlukan waktu yang sangat panjang, mengingat
banyaknya figur dan aktifitas yang pernah dilakukannya sehingga mengantarkannya
menjadi seorang tokoh, berikut pemikiran-pemikiran yang telah berhasil mengukir
sejarah dan melahirkan peradaban baru bagi umat Islam. Salah satu tokoh yang
menjadi perhatian para pengkaji adalah Muhammad Iqbal, seorang muslim mufakkir
brilian asal India.
Muhammmad Iqbal adalah seorang intelektual
asal India-Pakistan yang telah melahirkan pemikiran dan peradaban besar bagi
generasi setelahnya. Ia merupakan sosok pemikir multidisiplin, seorang
sastrawan, negarawan, ahli hukum, filosof, pendidik dan kritikus seni. Menilai
kepiawaiannya yang multidisiplin itu, tentulah sukar bagi kita untuk melukiskan
tiap-tiap aspek kepribadian Muhammad Iqbal. Jiwanya yang piawai tidak saja
menakjubkan tetapi juga jarang ditemui. Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia, ditantang
untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak perubahan tersebut agar sesuai
dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu hukum Islam dihadapkan kepada masalah
signifikan, yaitu sanggupkah hukum Islam memberi jawaban yang cermat dan akurat
dalam mengantisipasi gerak perubahan ini.

B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas
penulis dapat merumuskan fokus kajian yang akan di bahas dalam makalah ini, sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah
biografi Muhammad Iqbal?
2. Bagaimana
pemikiran Muhammad Iqbal tentang gerak dan dinamisme
Islam?
3.
Apa tujuan dinamisme Islam dalam pemikiran Muhammad Iqbal?

PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot (India Inggris), sekarang
Pakistan, tentang tanggal lahirnya ada yang mengatakan tahun
1876[1]
dan tanggal 9 November
1877[2].
Sialkot terletak
diperbatasan Punjab Barat dan Kasymir,[3]
dari keluarga yang tidak begitu kaya. Nenek moyangnya berasal dari Lembah
Kasymir. Ia meninggal dunia di Lahore 21 April 1938.[4]
Ayahnya Nur Muhammad yang pegawai negeri kemudian menjadi pedagang merupakan
seorang muslim yang saleh dengan kecenderungan kepada tasawuf. Muhammad
Iqbal menerima pendidikan awalnya di sebuah madrasah (Maktab) dan
kemudian di Scottish Mission School. Dalam waktu kecilnya
ia mendapat pengaruh dari Sayyid Mir Hasan, yang mengerti bakat yang
besar dari Muhammad Iqbal, dan selalu memberinya semangat dalam setiap
kemungkinan.

Muhammad Iqbal adalah seorang filsuf dan penyair. Syairnya
menjadi hebat karena filsafatnya dan filsafatnya menjadi hebat karena syairnya.
Ide-idenya tentang pembaruan dan politik mengantarkan umat Islam India menjadi
suatu bangsa yang lepas dari bayangan-bayangan India, yakni Pakistan. Meskipun
dia seorang penyair dan filsuf pemikirannya mengenai kemajuan dan kemunduran
umat Islam sangat berpengaruh pada gerakan pembaruan Islam.[6]
Muhammad Iqbal salah seorang pelopor pendirinya
Negara Pakistan, sebagaimana ditegaskannya dalam Rapat Tahunan Liga Muslim di
tahun 1930: “Saya ingin melihat Punjab, Daerah Perbatasan Utara, Sindi dan
Balukhistan, bergabung menjadi satu Negara”. Dan di sinilah diumumkan secara
resmi ide dan tujuan membentuk Negara tersendiri Pakistan[7]
Ide Muhammad Iqbal bahwa umat Islam India merupakan
suatu bangsa dan oleh karena itu memerlukan satu Negara tersendiri tidaklah
bertentangan dengan pendiriannya tentang persaudaraan dan persatuan umat Islam.
Ia bukanlah seorang nasionalis dalam arti yang sempit. Ia sebenarnya adalah
seorang pan-Islamis. Islam, bukanlah nasionalisme dan bukan pula imperialisme,
tetapi Liga Bangsa-Bangsa. Islam dapat menerima batas-batas yang memisahkan
satu daerah dari yang lain dan dapat menerima perbedaan bangsa hanya untuk
memudahkan soal hubungan antara sesama mereka. Batas dan perbedaan bangsa itu
tidak boleh mempersempit ufuk pandangan umat Islam. Bagi Muhammad Iqbal
dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri atas
republik-republik, dan Pakistan yang akan dibentuk adalah salah satu dari
republik itu.[8]
Muhammad Iqbal mewariskan banyak karya
tulis, berbentuk prosa, puisi, jawaban atas tanggapan orang atau kata pengantar
bagi karya orang lain. Kebanyakan karya-karya ini menggunakan bahasa Persia,
menurut Nicholson, agar bisa di akses oleh dunia Islam, tidak hanya masyarakat
India. Sebab saat itu, bahasa Persi adalah bahasa yang dominan di dunia Islam
dan dipakai masyarakat terpelajar. Karya-karyanya antara lain.[9]
1.
The Development of Metaphysic in Persia (desertasi,
terbit di London, 1908)
2.
Asra-I Khudi (Lahore, 1916)
3.
Rumuz I-Bukhudi (Lahore, 1918)
4.
Javid Nama (Lahore, 1932)
5.
The Reconstruction of Regios Thought in Islam (London, 1934)
6.
Musafir (Lahore, 1936)
7.
Zarb-I Kalim (Lahore, 1937)
B. Pemikiran Muhammad Iqbal
tentang Gerak dan Dinamisme Islam
Muhammad Iqbal beteriak dengan lantang agar umat
Islam bangkit dari ketertinggalannya. Melalui karya puisi dan karya ilmiahnya ia
ingin membangkitkan daya hidup kaum Muslmin untuk maju. Dalam syair-syairnya ia
mendorong umat Islam supaya mengalir-bergerak dan jangan tinggal diam.
Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah menciptakan,[10]
sementara tujuan pendidikan adalah membentuk manusia. Kepribadian yang ingin
dicapai Muhammad Iqbal tidak hanya berpengetahuan namun juga aktif dan
dinamis.[11]
Sama dengan pembaru-pembaru lain, Muhammad Iqbal berpendapat bahwa kemunduran umat
Islam selama lima ratus tahun terakhir disebabkan oleh kebekuan pemikiran.
Hukum dalam Islam telah sampai kepada keadaan statis. Pintu ijtihad tertutup, sehingga tidak
banyak lagi kreatifitas para ulama. Sebab lain terletak pada pengaruh zuhud
yang terdapat dalam ajaran tasawuf, namun sebab terutamanya adalah kehancuran
Baghdad.[12].
Baghdad dihancurkan dengan penghancuran yang tragis dan dramatis.[13]
Umat Islam harus mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah ini. Kehancuran
kota seribu satu malam, Bahgdad menimbulkan pengaruh besar dalam sejarah Islam
dan imajinasi bagi penyair seperti Muhammad Iqbal, bagaiamana membangkitkan daya hidup
umat Islam untuk kembali menuju masa kejayaan Baghdad periode kemajuan.
Iqbal berpendapat
bahwa ijtihad merupakan prinsip gerakan dalam struktur Islam[14]. Bagi Iqbal, hukum dalam Islam sebenarnya
tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad pun tidak pernah tertutup. Lebih jauh dia menyatakan bahwa
Islam pada hakekatnya mengajarkan dinamisme.
Al- Qur’an
senantiasa menganjur kan
pemakaian akal terhadap ayat atau tanda
yang terdapat dalam alam seperti matahari, bulan, pertukaran siang dan malam, dan sebagainya. Islam menolak konsep lama
yang mengatakan bahwa alam ini bersifat statis. Tetapi sebaliknya Islam
mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui
adanya gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia. Begitu tinggi dia menghargai gerak, sehingga dia
menyebut bahwa orang kafir yang aktif lebih baik
dari muslim yang suka tidur.[15]
Dengan kata lain, ijtihad yang
difahami Iqbal adalah bagaimana selalu melakukan penyegaran
pemikiran keagamaan dalam Islam dengan historisitas keberagamaan manusia. Yaitu dengan cara mencermati
kembali makna normatif nas-nas al-Qur’an dan
Sunnah secara lebih kontekstual, sambil juga mengaitkannya secara langsung dengan persoalan-persoalan historis keberagamaan Islam kontemporer.[16] Namun hal yang
perlu dicatat menurut Iqbal, terkait dengan pandangan dinamis al- Qur’an adalah bahwa walaupun al- Qur’an tidak bertentangan
dengan perkembangan pemikiran, kita tidak
boleh melupakan bahwa hidup itu bukanlah semata-mata hanya perubahan saja, tetapi juga mengandung unsur pemeliharaan
(conservation).[17]
Iqbal berharap generasi muda
mengikutinya dalam berijtihad secara bertanggungjawab,
menafsirkan al-Qur’an dan Sunnah serta menyusun pendapat baru dengan menerapkan deduksi analitis.
Iqbal berharap meletakkan dasar-dasar bagi
agama dan ilmu untuk menemukan kesaling selarasan
yang memungkinkan kaum
Muslim mempelajari ilmu modern dan memanfaatkan teknologi guna meningkatkan eksistensi material mereka.
Jika Islam ingin maju seperti zaman kemajuan pada masa
Abbasiyah, umat Islam harus kerja sungguh-sungguh, tampilkan bukti,
tunjukkan prestasi bukan lamunan. Kerja sungguh-sungguh akan mengangkat
derajat bangsa menuju kemenangan.[18]
Muhammad Iqbal ingin membangkitkan etos kerja
Islam. Etos kerja Islam pada hakikatnya merupakan bagian dari konsep Islam
tentang manusia yang menyejarah dalam jatuh bangunnya kebudayaan tersebut. Karena itu, etos kerja Islam
adalah bagian dari proses eksistensi diri manusia dalam berbagai
lapangan kehidupan manusia yang amat luas dan kompleks.[19]
Peradaban-peradaban lampau dikenal karena meninggalkan karyanya bagi generasi
belakangan.
Muhammad Iqbal ingin meningkatkan sumber daya
manusia umat Islam yang lemah jauh tertinggal dari orang-orang Barat. Di dalam
peradaban Barat modern selalu diisi dengan munculnya temuan-temuan baru dalam
lapangan kehidupan. Muhammad Iqbal ingin agar umat Islam menerima,
mengembangkan dan juga mengkritisisi hasil-hasil rasionalisme modern.[20]
Muhammad Iqbal tidak berpendapat bahwa Baratlah
yang harus dijadikan contoh sebagai model. Kapitalisme dan imperialisme Barat
tak dapat diterimanya. Barat menurut penilaiannya amat dipengaruhi oleh
materialisme dan telah mulai meninggalkan agama, yang harus diambil umat Islam
dari Barat hanyalah imu pengetahuannya.[21]
Bagi Muhammad Iqbal materialisme merusak nilai-nilai
yang lebih tinggi.[22]
Berhenti berarti mati, bergerak berarti hidup. Kalau
manusia tidak mengambil prakasa, kalau manusia tidak bersedia mengembangkan kekayaan
bathinnya, kalau manusia berhenti merasakan gejolak bathin yang hidup lebih
tinggi, roh yang ada di dalam dirinya akan mengeras menjadi batu, dan dia
merosot turun ke tingkat benda mati.
Dalam pandangan Muhammad Iqbal, untuk menciptakan kehidupan yang
lebih baik di atas bumi ini bukan saja dianjurkan, tetapi lebih dari itu,
merupakan kewajiban setiap muslim. Oleh sebab itu, perkembangan individualitas
adalah suatu proses kreatif yang di dalamnya manusia harus memainkan peranan
aktif, terus-menerus beraksi dan bereaksi dengan penuh tujuan terhadap
lingkungan. Muhammad Iqbal percaya bahwa gagasan semata-mata
tidaklah memberikan momentum pada gerak maju manusia, kecuali perbuatan yang
membentuk esensi dan bobot kehidupan manusia.
C. Tujuan Dinamisme Islam dalam Pemikiran Muhammad Iqbal
Sebagaimana
yang telah diuraikan, Muhammad Iqbal
menegaskan penolakannya kepada setiap pemahaman apa saja yang berkaitan dengan
bangsa dan negara sebagai dasar masyarakat Islam. Nasionalisme menurut Muhammad Iqbal,
merupakan suatu alat yang bisa digunakan untuk memecah belah dunia
muslim yang akan berakibat pada adanya pemisahan sesama manusia, terjadinya
perpecahan antar bangsa-bangsa dan adanya pemisahan agama dari politik.
Maka
dari itu ia dalam bukunya “Political Thought in Islam”, menegaskan bahwa cita-cita
politik Islam adalah terbentuknya suatu bangsa yang lahir dari suatu
internalisasi semua ras dan kebangsaan. Terpadunya ikatan batin masyarakat ini,
muncul tidak dari kesatuan geografis dan etnis. Akan tetapi dari kesatuan
cita-cita politik dan agamanya. Keanggotaan atau kewarganegaraannya didasarkan
atas suatu pernyataan kesatuan pendapat yang hanya berakhir apabila kondisi ini
tidak berlaku lagi.[23]
Dari uraian-uraian yag ada
memberikan satu penjelasan bahwa tujuan Dinamisme Islam Muhammad Iqbal adalah:[24]
1. Perubahan
pemahaman terhadap alam atau kenyataan, yaitu usaha mengembalikan pemahaman itu
kepada pemahaman umat Islam terdahulu, bahwa dunia ini lapangan usaha,
gerak, dan pengetahuan manusia. Jadi, ia bukanlah suatu yang harus ditakuti
atau dianggap buruk.
2.
Pengungkapan beberapa
prinsip-prinsip Islam yang semuanya merupakan faktor-faktor yang mendorong
manusia bergerak dan berusaha di alam nyata ini.
3.
Mengubah pola pemikiran manusia dari statis
kearah yang dinamis.
4.
Mengubah pemikiran umat Islam
agar sesuai dengan perkembangan IPTEK dan falsafah modern agar Islam tidak
ketinggalan zaman.
5.
Mengubah pemikiran agar mau
untuk membuka pintu Ijtihad, karena menurutnya pintu ijtihad tidak pernah akan
tertutup.
Jadi Muhammad Iqbal
dengan gerakan reformasi pemikiran keagamaan dalam Islam itu, menginginkan
kembalinya kejayaan bagi umat Islam. Kejayaan bukan lantaran mengikuti salah satu
filsafat barat, tapi karena pemahaman yang benar tentang Islam seperti pemahaman
orang-orang muslim pertama. Agar terwujudnya umat Islam yang dinamis
dilingkungannya.
Pemahaman yang benar tentang Islam,
menurut Muhammad Iqbal menjadikan alam materi dan alam nyata
bukan suatu yang keji tapi sebagai lapangan perjuangan demi personalitas.
Dengan alam yang realis itu maka kepribadian menjadi kuat, dengan perjuangan
dalam dunia ini ia akan tetap eksis dan abadi.[25] Jadi,
keabadian personalitas menurut Muhammad Iqbal adalah melalui perjuangan, dengan
menundukkan segala rintangan bukan lari dari padanya.

PENUTUP
Muhammad Iqbal berasal dari golongan menengah di Punjab dan
lahir di Sialkol pada tahun 1876. Untuk meneruskan studi ia pergi ke Lohera dan
ia belajar disana sampai memperoleh gelar kesarjanaan M.A. di kota itulah ia
berkenalan dengan Thomas Arnold seorang orientalis yang memberikan dorongan
untuk melanjutkan stadi di Inggris. Pada tahun 1905 ia pergi ke Inggris untuk
melanjutkan studi di Universitas Cambridge untuk mempelajari filsafat.
Menurut M. Iqbal, Islam pada hakekatnya
menganjurkan dinamisme. Al-Qur’an senantiasa menganjurkan pemakaian akal di
dalam menginterpretasikan ayat ataupun tanda yang ada dalam alam semesta,
sebagaimana adanya rotasi bumi, matahari, dan bulan. Orang-orang yang tidak
peduli dan tidak memperhatikan tanda-tanda tersebut akan buta terhadap masa
yang akan datang. Konsep Islam tentang alam adalah dinamis dan senantiasa
berkembang. Islam menolak konsep lama yang menyatakan bahwa alam itu statis,
dan mempertahankan konsep dinamisme serta menengahi adanya gerak dan perubahan
dalam kehidupan sosial. Prinsip yang dipakai dalam gerak tersebut adalah
ijtihad. Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan Islam.
Tujuan dinamisme Islam pemikiran Iqbal adalah agar umat
Islam selalu melakukan perubahan dan perbaikan serta tidak bersifat statis,
padahal diperintahkan untuk bersifat dinamis.
![]() |

Ali,
A. Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan Cet. I; Bandung: Mizan, 1993.
-----------------, Ijtihad dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan dan
Muhammad Iqbal, Jakarta: Bulan
Bintang, 1990.
Al-Bahiy, Muhammad, Pemikiran Islam Modern, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1986.
Al-Qalbi, Alqissah Nur, Faham Dinamisme dalam Islam Menurut Muhammad Iqbal, http://nur-alqalbi.blogspot.com/2012/11/faham-dinamisme-dalam-islam-menurut.html
Amin, Abdullah, M., Dinamika Islam Kultural: Pemetaan Atas Wacana Keislaman Kontemporer,
Bandung: Mizan, 2000
Arief, Fikri, Pemikiran Faham Dinamisme Islam Muhammad Iqbal, http://ruko-tarbiyah.blogspot.com/2011/10/pemikiran-faham-dinamisme-islam.html,
As’arie,
Musa, Islam Keseimbangan Rasionalitas, Moralitas, dan Spiritualitas, Yogyakarta: LESFI, 2005.
Asmuni,
M.Yusran, Pengantar Studi Pemikran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia
Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1998.
Hamid, Abdul, Yaya, Pemikiran Modern dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Iqbal, Muhammad, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, Penerjemah: Osman Ralybi,Jakarta: Bulan
Bintang, 1966.
____________. Rekonstruksi Pemikiran Islam. Penerbit : Kalam Mulia. 1994.
Karim,
M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2009.
Ma’arif,
A. Syafii, Peta Bumi Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1993.
Nasution,
Harun, Pembaharuan dalam Islam, Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 2003.
Rahman,
Fazlur, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual terj. Ahsin Muhammad,
Bandung: Pustaka, 1985.
Siddik, Abdullah, Islam dan Filsafat, Jakarta : Triputra Masa, 1984.
Soleh, Khudori, Wacana
Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

[2]Dedi
Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, Konsep, Filsuf dan Ajarannya, (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2009), h.
261
[3]A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam
Modern di India dan Pakistan (Cet. I; Bandung: Mizan, 1993), h. 173.
[7]M.Yusran Asmuni, Pengantar Studi
Pemikran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1998), h. 47
[11]Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas
tentang Transformasi Intelektual terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka,
1985), h. 67.
[13]M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran
dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), h.
167.
[14]Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, Penerjemah: Osman Ralybi,Jakarta: Bulan
Bintang, 1966, h. 172
[16]Abdullah, M. Amin., Dinamika Islam Kultural: Pemetaan Atas Wacana Keislaman Kontemporer, Bandung: Mizan, 2000, hal. 42
[19]Musa As’arie, Islam Keseimbangan
Rasionalitas, Moralitas, dan Spiritualitas
(Yogyakarta: LESFI, 2005), h. 59.
[23]Fikri
Arief, Pemikiran Faham Dinamisme Islam Muhammad Iqbal, http://ruko-tarbiyah.blogspot.com/2011/10/pemikiran-faham-dinamisme-islam.html, diakses tanggal 10
Desember 2015
[24]Alqissah
Nur Al-Qalbi, 2012, Faham Dinamisme dalam Islam Menurut Muhammad Iqbal, http://nur-alqalbi.blogspot.com/2012/11/faham-dinamisme-dalam-islam-menurut.html di akses tanggal 11 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar